Minggu, 02 Oktober 2011

Nipah

?Nipah
Tegakan nipah di tepi sungai
Tegakan nipah di tepi sungai














Nama binomial
Nypa fruticans
Wurmb
Artikel ini mengenai nipah sebagai tumbuhan. Untuk nipah sebagai bahan naskah silakan melihat nipah (naskah).
Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut. Tumbuhan ini juga dikenal dengan banyak nama lain seperti daon, daonan (Sd., Bms.), buyuk (Jw., Bali), bhunyok (Md.), bobo (Menado, Ternate, Tidore), boboro (Halmahera), palean, palenei, pelene, pulene, puleanu, pulenu, puleno, pureno, parinan, parenga (Seram, Ambon dan sekitarnya).[1]
Di beberapa negara lain, tumbuhan ini dikenal dengan nama (dalam bahasa Inggris) Attap Palm (Singapura), Nipa Palm atau losa (Filipina), atau umumnya disebut Nypa palm. Nama ilmiahnya adalah Nypa fruticans Wurmb, dan diketahui sebagai satu-satunya anggota marga Nypa. Tumbuhan ini merupakan satu-satunya jenis palma dari wilayah mangrove. Fosil serbuk sari palma ini diketahui berasal dari sekitar 70 juta tahun yang silam.

Pemerian

Sebagaimana rumbia (Metroxylon spp.), batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur. Hanya roset daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah nampak seolah-olah tak berbatang. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Karena perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang sifatnya labil maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut.
Batang nipah terendam oleh lumpur. Hanya daunnya yang muncul di atas tanah
Dari rimpangnya muncul daun-daun majemuk menyirip khas palma, tegak atau hampir tegak, menjulang hingga 9 m di atas tanah. Panjang tangkainya 1-1,5 m; dengan kulit yang mengkilap dan keras, berwarna hijau pada yang muda dan berangsur menjadi cokelat sampai cokelat tua sesuai perkembangan umurnya; bagian dalamnya lunak seperti gabus. Anak daun berbentuk pita memanjang dan meruncing di bagian ujung, memiliki tulang daun yang di sebut lidi (seperti pada daun kelapa). Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap ental mencapai 25-100 helai.
Karangan bunga majemuk muncul di ketiak daun, berumah satu, dengan bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Setiap untai mempunyai 4-5 bulir bunga jantan yang panjangnya mencapai 5 cm. Bunga nipah jantan dilindungi oleh seludang bunga, namun bagian yang terisi serbuk sari tetap tersembul keluar. Bunga nipah betina berbentuk bulat peluru dan bengkok mengarah ke samping. Panjang tangkai badan bunga mencapai 100-170 cm. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk diambil niranya. Empat hingga lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, tandan bunga tersebut dapat disadap. Pada saat ini pengisian biji sedang aktif, maka bila dilakukan penyadapan pasti akan dapat memperoleh jumlah nira yang maksimal.
Buah tipe buah batu dengan mesokarp bersabut, bulat telur terbalik dan gepeng dengan 2-3 rusuk, coklat kemerahan, 11 x 13 cm, terkumpul dalam kelompok rapat menyerupai bola berdiameter sekitar 30 cm.[2] Struktur buah mirip buah kelapa, dengan eksokarp halus, mesokarp berupa sabut, dan endokarp keras yang disebut tempurung. Biji terlindung oleh tempurung dengan panjangnya antara 8-13 cm dan berbentuk kerucut. Dalam satu tandan, buahnya dapat mencapai antara 30-50 butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar. Buah yang masak gugur ke air dan mengapung mengikuti arus pasang surut atau aliran air hingga tersangkut di tempat tumbuhnya. Kerap kali buah telah berkecambah senyampang dihanyutkan arus ke tempat yang baru.

Tempat tumbuh dan penyebaran

Tegakan nipah di hutan bakau Maitum, Filipina
Nipah tumbuh di bagian belakang hutan bakau, terutama di dekat aliran sungai yang memasok lumpur ke pesisir. Palma ini dapat tumbuh di wilayah yang berair agak tawar, sepanjang masih terpengaruh pasang-surut air laut yang mengantarkan buah-buahnya yang mengapung. Di tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah membentuk jalur lebar tak terputus di belakang lapisan hutan bakau, kurang lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang kering sementara air surut.
Palma ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, khususnya di antara Bangladesh hingga pulau-pulau di Pasifik. Nipah termasuk jenis tumbuhan yang terancam punah di Singapura.

[sunting] Pemanfaatan

Buah nipah
Daun nipah yang telah tua banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk membuat atap rumah yang daya tahannya mencapai 3-5 tahun. Daun nipah yang masih muda mirip janur kelapa, dapat dianyam untuk membuat dinding rumah yang disebut kajang. Daun nipah juga dapat dianyam untuk membuat tikar, tas, topi dan aneka keranjang anyaman. Di Sumatra, pada masa silam daun nipah yang muda (dinamai pucuk) dijadikan daun rokok --yaitu lembaran pembungkus untuk melinting tembakau-- setelah dikelupas kulit arinya yang tipis, dijemur kering, dikelantang untuk memutihkannya dan kemudian dipotong-potong sesuai ukuran rokok.[1] Beberapa naskah lama Nusantara juga menggunakan daun nipah sebagai alas tulis, bukannya daun lontar.
Tangkai daun dan pelepah nipah dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar yang baik. Pelepah daun nipah juga mengandung selulosa yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat digunakan untuk sapu, bahan anyam-anyaman dan tali.
Nipah dapat pula disadap niranya, yakni cairan manis yang diperoleh dari tandan bunga yang belum mekar. Nira yang dikeringkan dengan dimasak dipasarkan sebagai gula nipah (palm sugar). Dari hasil oksidasi gula nipah dapat dihasilkan cuka. Di Pulau Rote dan Sawu, Nusa Tenggara Timur, nira nipah diberikan ke ternak babi di musim kemarau. Konon, hal ini bisa memberikan rasa manis pada daging babi.
Di Filipina dan juga di Papua, nira ini diperam untuk menghasilkan semacam tuak yang dinamakan tuba (dalam bahasa Filipina). Fermentasi lebih lanjut dari tuba akan menghasilkan cuka. Di Malaysia, nira nipah dibuat sebagai bahan baku etanol yang dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak bumi. Etanol yang dapat dihasilkan adalah sekitar 11.000 liter/ha/tahun, jauh lebih unggul dibandingkan kelapa sawit (5.000 liter/ha/tahun).
Umbut nipah dan buah yang muda dapat dimakan. Biji buah nipah yang muda, yang disebut tembatuk, mirip dengan kolang-kaling (buah atep), dan juga diberi nama attap chee ("chee" berarti "biji" menurut dialek China tertentu). Sedangkan buah yang sudah tua bisa ditumbuk untuk dijadikan tepung.
Di Kalimantan arang dari akar nipah digunakan untuk obat sakit gigi dan sakit kepala.

Pengganggu

Gangguan alam yang sering menimpa tanaman nipah adalah angin dan banjir.
Hewan yang sering mengganggu tanaman nipah adalah babi hutan, monyet, tikus, larva kumbang artona, dan udang tanah. Penyakit yang biasa menyerang tanaman nipah adalah jamur. Tanaman nipah yang terserang penyakit jamur pertumbuhannya akan terganggu. Bila yang terserang jamur adalah tangkai buahnya, bidang sadapan akan cepat rusak dan membusuk, sehingga tidak dapat disadap lagi. Kontaminasi jamur penyakit menyebabkan penurunan kualitas nira.
Mempawah, BERKAT.

Potensi tanaman nipah (Nypa fruticans) yang melimpah di Kabupaten Rokan hilir , menarik perhatian Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan Dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, yang rencananya akan membangun pabrik pengolahan bioethanol berbahan baku nira nipah.
Bahkan rencana pembangunan pabrik tersebut diperkuat dengan kehadiran, Menik, tenaga ahli bidang bioethanol, dan Lian Agusta , s Dirjen Bioenergi Baru dan Terbarukan, Konservasi Energi, Kementerian ESDM, beserta seorang konsultan, di Kota Mempawah, siang kemarin.
“Kita akan membangun pabrik pengolahan nira nipah menjadi bioethanol pengganti minyak tanah di Kabupaten Pontianak, lokasinya belum ditentukan, tapi kita berharap secepatnya ada keputusan dari Bupati Pontianak. Dana pembangunan dan mesin pengolahnya akan kita persiapkan, Pemkab Pontianak hanya menyediakan lahan saja,” kata Menik.
Ia menilai, potensi tanaman nipah di Kabupaten Pontianak, tepatnya di Desa Antibar, Kecamatan Bangko , Bagansiapiapi , sangat besar dan layak dibangun pabrik pengolahan bioethanol.
Bahkan, jika pabrik dibangun, maka akan memberdayakan masyakarat untuk menyadap/menoreh nira dari tanaman nipah, untuk kemudian dijual di pabrik. “Saya melihat potensi nipah di sini belum tergarap maksimal. Jika sudah ada pabrik, maka kegiatan ini bisa menjadi sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat,”ujarnya.
Lebih lanjut, Menik menjelaskan, pembangunan pabrik pengolahan nira nipah menjadi bioethanol di Kabupaten Pontianak, merupakan program percontohan skala kecil di Indonesia khususnya di Kalimantan Barat, yang dicanangkan Kementerian ESDM.
“Jika pabrik ini sukses beroperasi, maka pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM, akan kembali mengucurkan dana untuk pengembangan pabrik, dengan menggandeng pihak investor,” katanya.
Terkait kebutuhan tanaman nipah untuk mendukung pabrik, Menik menjelaskan, tahap awal diperlukan 60.000 pohon nipah, agar setiap 10 hari bisa menghasilkan nira nipah secara berkesinambungan. “Satu liter bioethanol, kita butuh 20 liter nira nipah. Satu hari operasional, pabrik ditargetkan menghasilkan 400 liter,” jelasnya.
“Jika daerah kita dibangun pabrik bioethanol, kita akan meminta masyarakat yang desanya terpilih untuk membudidayakan tanaman nipah di setiap rumah,” katanya yang didampingi Kasi Pertambangan, Khairil Madwar, dan Kasi Energi, Yudi Erniadi.
Untuk itu, Lian agusta , mengaku akan berusaha memperjuangkan agar pabrik bioethanol ini bisa segera terealisasi di Kabupaten Pontianak, dan bisa memberikan imbas positif bagi masyarakat. “Ini bukan lagi wacana, tapi mendekati realisasi. Sudah saatnya kita membuat terobosan mengembangkan tanaman nipah untuk bioetanol, dan tidak lagi sekedar tanaman semak yang hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku atap,” pungkasnya.
Pengembangan tanaman nipah untuk bahan baku bioethanol, merupakan program Desa Mandiri Energi di seluruh Indonesia, tiga diantaranya akan dikembangkan perkebunan nipah.

PENGEMBANGAN BIO ETANOLL DARI AIR NIPAH BY. LIAN AGUSTA

Indonesia: 3 Juta KiloLiter bioetanol potensial dari tanaman Nipah


Nipah adalah sejenis palem yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut. Palma ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, khususnya di antara Bangladesh hingga pulau-pulau di Pasifik. batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur. Hanya roset daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah nampak seolah-olah tak berbatang. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Karena perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang sifatnya labil maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut. Batang nipah terendam oleh lumpur. Hanya daunnya yang muncul di atas tanah. Nipah hanya tumbuh di daerah payau, artinya tanaman ini tidak akan tumbuh jika tanahnya hanya diluapi oleh air asin atau hanya diluapai oleh air tawar.
Daun nipah yang telah tua banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk membuat atap rumah yang daya tahannya mencapai 3-5 tahun. Daun nipah yang masih muda mirip janur kelapa, dapat dianyam untuk membuat dinding rumah. Di Sumatra, pada masa silam daun nipah yang muda (dinamai pucuk) dijadikan daun rokok. Nipah dapat pula disadap niranya, yakni cairan manis yang diperoleh dari tandan bunga yang belum mekar. Nira yang dikeringkan dengan dimasak dipasarkan sebagai gula nipah (palm sugar).
Cairan manis yang dikandung nipah memiliki kadar gula (sucrose) antara 15-17 %-b (P3GI,1995). Dengan kandungan itu, maka nira nipah berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku industri bioetanol. Berbeda dengan tanaman lain yang sama-sama menghasilkan nira atau pati, tanaman nipah ini jelas menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut karena pelepah bermayang atau manggar pohon nipah berada tak jauh dari permukaan tanah sehingga tidak perlu memanjat untuk memperoleh niranya seperti pada tanaman palma yang lain. Selain itu juga, pohon nipah umumnya tumbuh di daerah yang tidak produktif untuk budidaya lainnya dan tumbuh didaerah yang memudahkan pengankutan lewat perairan.
Dan yang paling penting, penggunaan tanaman nipah sebagai bahan baku bioetanol tidak akan menimbulkan konflik kepentingan seperti tanaman pangan pada umumnya. Sejauh ini hanya sebgaian kecil saja nira nipah yang digunakan untuk gula rakyat, sebagian besar tanaman ini memang belum dimanfaatkan sama sekali. Padahal, tanaman ini amat sangat melipnah di Indonesia karena tanaman ini umumnya tumbuh di pantai dan negara kita adalah salah satu negara dengan garis pantai terluas di dunia. Nipah merupakan salah satu spesies utama penyusun hutan mangrove dengan komposisi sekitar 30 %. Saat ini, Luas hutan mangrove Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar dan merupakan mangrove terluas di dunia melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha). Dengan mengambil 30 % hutan mangrove sebagai hutan nipah, maka diperkirakan terdapat  sekitar 0,75 -1,35 juta hektar hutan nipah di Indonesia. Wow!!
Oke,,,mari kita berhitung!
  • Rata-rata setiap pelepah nipah menghasilkan nira sebanyak 0,5 L per hari
  • Dalam satu tahun, setiap malay pohon dapat disadap hingga 3 bulan, dengan demikian rata-rata produktivitas tiap malay nipah adalah sebesar:
=0,5 L/hari x 90 hari = 45 L/th
  • Jumlah pohon nipah yang efektif adalah 3000 pohon per hektar dan semakin rapat maka pohon nipah tidak akan mengahsilkan mayang. Dalam suatu lahan pun biasanya tidak 100% pohon nipah menghasilkan mayang, biasanya sekitar 40 % saja, dengan demikian, nira yang dihasilkan:
= 40% x 3000 x 45 L = 54.000 L/ha/th
  • Jika seandainya nira tersebut dimanfaatkan untuk produksi bioetanol, maka kemungkinan kadar alkohol yang dihasilkan adalah 6-7%, walaupun ada beberapa mikroba yang tahan hingga 9%-vol dan secara teoritik bisa menhasilkan hingga 13 %-vol, tetapi yang paling memungkinkan adalah 6-7%-vol. dengan demikian:
= 54.000 x 7% x 100/95 = 3978 L ≈ 4000 L/ha/th
  • Dengan luas sekitar 0,75-1,35 juta hektar hutan nipah di Indonesia, maka Negara kita berpotensi mengahsilkan bioetanol sebesar:
= 4000 L/ha x 0,75 juta ha = 3000 juta Liter = 3 juta kL
Waw,,,sungguh angka yang fantastis! Namun harus diingat bahwa hal itu bisa dicapai bila hutan nipah di Indonesia dikelola dengan baik. Saat ini saja kebanyakan warga yang tinggal disekitar pesisir masih belum faham mengenai teknik penyadapan nira nipah yang benar. Bahakan lebih parah lagi, mereka pun sebetulnya belum tahu jika nipah bisa menghasilkan nira yang ternyata bisa dimanfaatkan. Sementara di Negara tetangga kita ,Malaysia, pemanfaatan nira nipah sudah sangat gencar dilakukan. Bahkan mereka menobatkan diri sebagai negara pertama di dunia yang memproduksi bietanol dari nipah secara komersial. Dan dalam waktu dekat akan segera mematenkan alur produksi bioetanol dari nipah…makin mengerikan!
Dengan kondisi sekarang ini, Indonesia memang kewalahan memenuhi kebutuhan bensin dalam negeri. Tahun 2010, diperkirakan sebesar 23 Juta kL bensin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Saat ini pertamina hanya mampu memasok sekitar 16 Jt kL/tahun dan cenderung konstan padahal setiap tahunnya kebutuhan masyarakat tersebut meningkat sebesar 10 %. Jika pemerintah tidak berinisiatif mencari bahan terbarukan, maka negeri ini akan semakin terpuruk dalam hal pemenuhan energi. Negara kita tidak akan pernah mandiri.
Target diversifikasi energy tahun 2025 mendatang yang meningkatkan porsi energy terbarukan menjadi 5 % dari total perlu dirintis dari sekarang. Jika saat ini 23 Juta kL bensin diperlukan maka setidaknya 1,15 juta kL bioetanol perlu diproduksi. Saat ini bioetanol yang diproduksi baru mencapai 187.800 kL/tahun atau baru 16 % dari target seharusnya. Indonesia memang perlu usaha keras untuk mencapainya,,,dan tentunya diperlukan keberanian. Go Indonesia!!